Translate

04 July, 2009

Mimpi-Mimpi Ketenu 2

Hari ini aku bertemu Ketenu. Dia sedang menjemur pakaian di belakang rumah yang berpanggung lebar dikelilingi hamparan kolam kangkung. Tidak seperti biasanya dia hanya memandangku sekilas dan memanggilku ala kadarnya. Akupun tidak ingin tahu lebih jauh dan sibuk membaca koran yang penuh dengan iklan kampanye pemilihan presiden, hingga aku bingung berita apa yang bisa aku baca hari ini. Ketenu akhirnya selesai dengan tugasnya menjemur pakaian. Dia tetap diam dan pipinya yang seperti mau 'tumpah' semakin bulat karena dia menutup mulutnya rapat-rapat dengan tegas seperti orang yang sedang berusaha menahan rasa sakit atau takut.
Akhirnya dia menawarkanku segelas teh dengan setengah terpaksa. Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku, kutanya dia hati-hati. Kutanya mengapa dia seperti orang yang sedang khawatir dan bingung. Awalnya dia bilang tidak ada apa-apa. Akupun tidak memaksa. Tapi tidak lama setelah menghidangkan teh manis untukku tiba-tiba tangisnya pecah. Dia menangis sambil mulai mencuci piring sambil sesekali menyeka matanya dengan celemeknya yang aku yakin awalnya berwarna putih tapi sudah berubah menjadi abu-abu. Bingung tapi geli juga melihat pemandangan itu. Pelan-pelan sambil tersedu dia mulai bercerita. Dia bilang beberapa hari yang lalu dia berkenalan dengan seorang laki-laki lewat handphone. Awalnya dia iseng menekan nomor telepon kemudian dia menghubungi nomor tersebut. Sebelum diangkat Ketenu tutup telepon itu. Aku langsung menyela, kok dia bisa-bisanya melakukan itu, dengan entengnya dia menjawab, iseng-iseng berhadiah. Aku tidak terlalu mengerti tapi tetap menganggukkan kepala agar dia segera melanjutkan ceritanya. Akhirnya orang yang dia telepon itu meneleponnya kembali.
Mulai saat itu si laki-laki suka menghubungi Ketenu baik menelepon atau lewat pesan. Ketika aku bertanya mengapa Ketenu meladeni laki-laki tersebut lagi-lagi dia memberi jawaban polos yang membuatku sedikit kesal, dia hanya bilang "Suaranya bagus, kayaknya orangnya ganteng, Bang, dia juga bilang suaraku merdu sekali kalau ditelepon, pasti aku cantik, gitu Bang". Aku jadi ingin minum dua gelas teh lagi mendengarnya. Lalu aku balas, "kalau demikian apa masalahnya, kan kalian sama-sama ganteng dan cantik." Sontak pipi Ketenu kembali mau 'tumpah'. "Abang menghina saya ya? mentang-mentang saya jelek." "Bukan begitu, lantas apa masalahnya? kan kalian sama-sama tertarik, ya nggak apa-apa," jawabku. Ketenu mulai menangis lagi dan dengan terisak-isak dia bilang, "Dia sudah punya istri Bang, anaknya sudah tiga, dia tinggal di kampung, dia di sini kerja jadi sopir truk, saya nggak mau mengganggu keluarga orang." Baru aku mengerti masalahnya, tapi tetap saja aku tidak terlalu mengerti mengapa Ketenu begitu khawatir. "Ya kalau begitu kamu tinggal memberitahu laki-laki itu baik-baik kalau kamu tidak mau diganggu lagi dan kamu tidak mau merusak rumahtangganya," nasehatku. Tangisnya semakin nyaring, "Masalahnya saya sudah memberitahu alamat rumah Bapak di sini Bang, tadi malam dia sudah datang, tapi pagar saya kunci dan tidak saya buka, untungnya bapak sama ibu sedang tidak ada di rumah, saya lihat dari balik jendela orangnya seram Bang, tinggi besar berewokan, dan nanti malam dia bilang mau kesini lagi, matilah saya Bang, bagaimana kalau sampai bapak tahu, saya bisa dipecat,"Ketenu mulai menangis histeris sambil menutup mukanya dengan celemeknya. Aku pelan-pelan menaruh gelas tehku ke atas meja siap-siap untuk kabur karena aku bingung harus bilang apa lagi. Aku sempat terpikir untuk membantu Ketenu dengan menjelaskn ke pada laki-laki itu nanti malam. Tapi mengingat ciri-ciri fisik yang digambarkan oleh Ketenu secepat mungkin aku menghapus ideku yang sangat mengerikan itu. Akhirnya aku menyarankan Ketenu untuk bicara jujur kepada majikannya agar majikannya bisa langsung bicara dengan laki-laki tersebut. Awalnya Ketenu ragu dengan saranku itu, tapi akhirnya dia setuju juga karena dia sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan.
Singkat cerita, laki-laki yang mencari Ketenu itupun datang ke rumah majikan Ketenu dan majikan Ketenu mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Lak-laki itu akhirnya pamit pulang dan berjanji tidak akan menggangu Ketenu lagi. Kami yang mencuri dengar dari kamar Ketenu dapat bernafas dengan lega.
Keesokan harinya aku kembali mampir ke rumah temanku itu dan seperti biasa aku menyempatkan diriku melongok ke dapur dan menyapa Ketenu yang sedang bersenandung dangdut dengan girangnya. Karena penasaran akupun bertanya padanya kenapa dia begitu gembira. Dengan polos dan gembiranya dia menjawab. "Bang, Tenu baru kenalan sama cowok lewat telepon Bang, suaranya bagus bang, kayak suara abang," Ketenu menutup kalimatnya dengan tawa cekikikan. Tanpa sadar aku membiarkan mulutku ternganga untuk beberapa menit setelah itu. (LT)

No comments:

Post a Comment