Translate
24 June, 2009
23 June, 2009
Pesan Ayah
Tebarkanlah jalamu di laut harapan nak
Kaislah rejekimu di tanah Tuhan
Tapi ingat pesan ayah
Jangan sampai kau sembah apa yang telah kau raih
Hingga butakan mata hatimu
Tentang arti bahagia
Kaislah rejekimu di tanah Tuhan
Tapi ingat pesan ayah
Jangan sampai kau sembah apa yang telah kau raih
Hingga butakan mata hatimu
Tentang arti bahagia
20 June, 2009
bunga
tangkainya mengering
angin bawa terbang sejenak
beri kesenangan terakhir menyaksikan fana dunia
lewat mata yang sudah terlalu lelah karena terlalu beri senyum keindahan
sebelum hancur diterpa hujan
sirna tanpa jejak kenangan
dia dan selaindia
Aku dipanggil cinta oleh dia
Aku tidak apa-apa
Mungkin karena aku suka
Aku dipanggil cinta oleh selaindia
Aku suka juga
Tapi aku tidak terlalu memikirkannya
Tapi selaindia merasa lara
Selaindia bilang aku membedakannya dan tidak melihat ketulusannya
Aku baru merasa
Selaindia benar juga
Aku lebih menimbang dia
Mengapa?
Dia tidak pernah benar benar mengerti cinta
Dia hanya membawa luka
Dia tidak berharap aku bahagia
Duhai selaindia
Aku salah rupanya
Masih mau memanggil aku cinta?
Aku tidak apa-apa
Mungkin karena aku suka
Aku dipanggil cinta oleh selaindia
Aku suka juga
Tapi aku tidak terlalu memikirkannya
Tapi selaindia merasa lara
Selaindia bilang aku membedakannya dan tidak melihat ketulusannya
Aku baru merasa
Selaindia benar juga
Aku lebih menimbang dia
Mengapa?
Dia tidak pernah benar benar mengerti cinta
Dia hanya membawa luka
Dia tidak berharap aku bahagia
Duhai selaindia
Aku salah rupanya
Masih mau memanggil aku cinta?
Mimpi-Mimpi Ketenu 1
Namanya Ketenu, senyumnya semanis madu. Tingginya tidak terlalu tinggi maksudnya tingginya seperti rata-rata tinggi wanita Asia. Rambutnya dipotong ala 'POLEM style' alias poni lempar, disebut poni lempar karena setiap saat poni itu menutupi mukanya, dia selalu menyentakkan lehernya ke belakang, pernah sekali dia berteriak kesakitan karena dia terlalu kuat menyentakkan lehernya hingga dia harus pergi ke tukang urut. Tubuhnya berisi alias agak sedikit gemuk, bukan sedikit, tapi memang gemuk dan semakin hari semakin gemuk. Tapi dia tetap percaya diri dan selalu bergerak lincah kesana kemari. Wajahnya putih mengkilat, maaf kalau kata putih kurang pas untuk menggambarkan warna kulit seseorang, apa lagi kalau harus menggantinya dengan istilah kuning langsat, wajah Ketenu kuning langsat, ah kok mengganjal menyebutnya. Ketenu pernah dengan bangga mengaku kalau dia menggunakan bedak pemutih yang sangat langka yang dia peroleh dari seorang kenalan. Tapi kalau diperhatikan, kulit wajahnya memang mengkilat apa lagi kalau terpantul sinar matahari, akan kontras sekali dengan warna lehernya.
Ketenu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga temanku. Dia telah bekerja di sana kurang lebih empat tahun. Sebelumnya dia bekerja mengasuh anak dari tante temanku tapi akhirnya berhenti karena anak tante temanku selalu menangis tak henti jika dia secara tak sengaja memandang muka Ketenu lama-lama. Tugas Ketenu di rumah temanku tidak ada bedanya dengan pembantu rumah tangga kebanyakan. Pagi-pagi setelah bangun dia menyapu lantai dan pekarangan rumah, memasak air dan menanak nasi, dan memasukkan pakaian-pakaian kotor ke dalam mesin cuci serta menjemurnya jika telah selesai. Sebenarnya boleh dikatakana kalau pekerjaan Ketenu tidak seberat pekerjaan pembantu rumah tangga yang lain. Kadang-kadang dia bangun siang dan akhirnya tuan rumah yang melaksanakan tugasnya. Siang hari jika tidak ada pakain yang harus di setrika, dia akan tidur sampai azan Magrib berkumandang, itupun harus dibangunkan dengan cara menarik bantalnya atau menarik lengannya yang besar.
Ada satu hal yang menarik dari Ketenu, walaupun umurnya masih 18 tahun dia telah menjanda dan memiliki seorang anak di desanya. Anak tersebut sekarang dititipkannya dengan ibunya yang seorang janda juga. Ketenu pernah bercerita kalau suaminya menceraikannya karena ibu suaminya merasa malu punya menantu jelek dan miskin seperti dia. Maklumlah ketika masih di desa Ketenu hanya bekerja mengumpulkan biji sawit dari perkebunan yang banyak terdapat di kampungnya. Sebenarnya dia bilang suaminya sangat mencintai dia terlepas dia jelek dan miskin, tapi ibu mertuanya benar-benar tidak mau menerimanya. Hal ini juga yang menjadi alasan buat Ketenu untuk pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.
Tapi Ketenu sangat mencintai anaknya. Seusai menerima gaji di akhir bulan, dia selalu mengirim uang ke ibunya lewat sopir truk yang selalu mengambil sawit ke desanya. Kadang di dalam percakapannya di telepon dengan anaknya yang menggunakan bahasa daerah, dia menangis. Dia selalu mengulang pesan kepada anaknya agar rajin belajar dan tidak main ke sungai karena dia pernah cerita dulu anaknya pernah tenggelam di sungai dan Ketenu butuh waktu beberapa menit untuk menyelam mencari anaknya di dasar sungai. Pernah sekali anaknya bercerita kalau dia suka menjaga durian jatuh di kebun orang. Ketenu marah sekali, sehingga mukanya yang mengkilat menjadi kayak udang yang baru tersiram air panas. Dia mengancam kalau anaknya masih menjaga durian dia tidak akan pulang-pulang lagi ke kampung. Saat aku bertanya apa salahnya menjaga durian? kenapa dilarang? Dia langsung menjawabku dengan mata melotot, kalau anak saya sampai tertimpa durian runtuh terus luka terus mati bagaimana? Dalam hitungan detik aku langsung berubah pikiran dan mendukung dia untuk melarang anaknya menjaga durian.
Suatu hari aku menjumpai Ketenu di rumah temanku sedang menangis sejadi-jadinya. Setelah ditanya kenapa, dia mejawab kalau ibunya baru saja menelepon dan memberitahu anak kerbau yang baru saja dia beli sehabis lebaran sedang sakit dan tidak mau makan. Pertama aku agak susah juga mengerti mengapa dia sebegitu sedihnya. Tapi aku mengerti setelah dia bilang kalau dia tidak mungkin berpisah dari anaknya dan bekerja jadi pembantu rumah tangga selamanya. Dia ingin segera pulang kampung dan beternak kerbau saja. Makanya dia sedih soalnya dia baru mampu beli 1 kerbau kecil sakit pula. Dia bilang dia tidak bisa mengandalkan siapa-siapa lagi untuk bertahan hidup. Dia selalu bertanya kepadaku, siapa yang akan membiayai anaknya sampai bisa mandiri nanti? dan dari mana dia bisa memperoleh uang jika dia tidak bekerja? Pertanyaan-pertanyaan itu dengan gampang bisa aku jawab hanya aku malas menjawabnya karena aku tidak suka dengan jawabanku.
Ketenu cuma perempuan muda biasa yang mempunyai keinginan utnk menikmati masa muda. Suatu saat dia minta ijin untuk pulang kampung karena sepupunya menikah. Sebelum dia berangkat dengan menggunakan bis antar kota, dia bercerita tentang rencana-rencana dia. Dia memasang strategi sebelum tiba di rumah dia akan turun di pasar di kampungnya. Dia akan masuk salon untuk memoles wajahnya secantik-cantiknya. Dia juga sudah menyiapkan kacamata hitam yang lebih pantas disebut kacamuka karena kacanya besar-besar. Tidak lupa dia meminjam rambut palsu milik nyonya rumah yang sudah tidak terpakai. Kami semua benar-benar tidak mengerti mengapa dia punya rencana secanggih itu atau mungkin lebih tepatnya seaneh itu. Dengan sederhana dia menjawab, saya tidak ingin anak saya malu kalau ibunya kelihatan jelek, sudahlah jelek tidak dandan lagi. Saya juga ingin orang tahu kalau saya baik-baik saja walaupun saya bekerja sebagai pembantu rumahtangga. Dia ingin orang sekampungnya terkagum-kagum melihatnya. Kontan saja setelah mendengar jawabannya kami yang mendengarnya langsung mengeluarkan uang dan memberikan kepadanya. Kami bilang buat tambahan nanti kalau mau ke salon.
Mungkin tidak ada yang menarik dari Ketenu. Dia hanya perempuan biasa yang harus bertahan hidup dengan menjadi pembantu rumahtangga. Tapi justru karena dia manusia biasa dia juga seperti kita yang punya mimpi-mimpi tentang kebahagiaan. Meskipun kebanyakan hal-hal yang dia impikan kedengaran sangat sederhana, norak, atau murahan jika dibandingkan dengan hal-hal yang kita impikan, tetap saja itu sudah bisa membuat Ketenu bahagia. (LT)
19 June, 2009
Sepatuku
aku sedih
aku dengar engkau ingin mencampakkanku
kemana lagi aku harus pergi
aku tidak punya siapa-siapa disini
aku bingung
satu tahun aku menghangatkan tapak kakimu dari dinginnya tatapan mata asing
yang memandangmu dan kasarnya jalan sepi yang harus kau tempuh
aku tidak mahal
tapi aku sanggup menghiburmu di saat engkau menangisi kampung halamanmu dalam
kesendirianmu
aku juga sanggup menahan pedih teronggok di pojok kamar di saat kau mengabaikanku ketika kau
bersukacita
aku tidak indah
tapi aku sanggup tampil membelamu di saat engkau disudutkan oleh kenyataan pahit sekelilingmu yang tidak bisa
kau ubah
dan aku sanggup berlari sekencang mungkin untuk membantumu merebut impianmu
aku bahagia
di saat engkau tertawa menggengam keberhasilanmu
dan di saat engkau tersenyum membayangkan wajah wajah yang akan kau temui sebentar lagi
aku tidak minta apa-apa,
jika engkau tidak suka lagi denganku, aku akan terima
tapi tolong bawa diriku pulang,
berikan aku kesempatan paling tidak untuk sekali lagi membuat seseorang tersenyum nyaman karena
memakai ku
18 June, 2009
Orang menyebutnya pohon kemuning, kemuni, atau kamuning. Perdu liar yang bisa tmbuh di semak belukar, tepi hutan, atau halaman rumah.Tidak ada yang istimwa dengan pohon ini dibandingkan pohon lain. Nmn terkdng bagi segelintir mahluk Tuhan, kerindangan dan keteduhan yang diberikannya bs mnjadi sgt berarti di tengah panasnya padang gersang yg slalu membuat dahaga. Smoga aku masih bs tetap merasa butuh teduh dan rindang
Lantai 16
Suatu siang matahari seolah-olah mau membakar rambutku yang mulai tipis. Akhirnya aku tiba di rumah susun yang sudah empat tahun ini aku tinggalkan. Aku bekerja di Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga, suamiku hanya seorang pelukis yang lukisannya hanya pernah dibeli sekali. Tapi dia tidak pernah berhenti melukis. Tapi aku tidak peduli, aku tetap mencintai dia. Dia tidak tahu aku pulang hari ini, aku ingin memberikan kejutan. Sebenarnya kontrak kerjaku berakhir tahun depan. Tapi aku tidak tahan lagi kerja lama-lama disana, aku kabur saja. Aku harus menggugurkan kandunganku dua kali karena majikanku seperti kucing lapar melihat ikan segar setiap melihatku. Mungkin kedengarannya gampang sekali aku bercerita tentang gugur mengugur ini, tapi bagiku dan teman-temanku yang lain hal itu sudah biasa. Bahkan ada temanku yang empat kali menggugurkan kandungannya. Ah sudahlah, aku akan tutup rahasia ini rapat-rapat dari suamiku. Yang penting aku sudah pulang dan ingin memulai hidup di negaraku saja. Walau harus bekerja keras dan hidup sederhana, aku bisa selalu bersama dengan suamiku tercinta.
Tidak ada yang berubah dengan kondisi rumah susun ini, masih dengan cat warna abu-abu yang membuat rumah susun ini seperti baru saja dihajar oleh awan panas gunung Semeru yang tiba tiba hobi meletus. Aku seret koperku yang hanya punya satu roda, satu roda lagi lepas tersangkut di pintu kereta. Akhirnya aku masuk ke satu satu lift yang ada di rumah susun ini. Aku dan suamiku tinggal dilantai 16. Lega sekali berada di lift ini sendiri sambil membayangkan tidak lama lagi aku bertemu dengan suamiku yang pasti bertambah tua. Baru saja pintu lift bergerak menutup, tiba- tiba ada seorang perempuan berteriak, “Maaf, tolong tunggu saya!” Kutekan tombol pembuka agar dia masih sempat masuk. Seorang perempuan berbadan besar, setengah baya masuk ke dalam lift. Lipstiknya berwarna merah darah dipoles sampai ke bawah dan atas bibir. Kacamata hitam bertengger di rambutnya yang keriting, Baju dan celananya berwarna kuning ketat dengan tas pinggang hitam melingkari pinggangnya yang bisa jadi tiga kali ukuran pinggangku. Dia menyeret satu bungkusan besar yang membuat aku penasaran ingin tahu apa isinya. “Makasih ya Dik.” katanya. Aku hanya menjawab dengan senyuman masam. “Tunggu ya Dik, barang saya masih ada di luar,” teriaknya setelah meletakkan bungkusan pertama di lantai lift dan kembali tergopoh-gopoh keluar. Ingin rasanya aku tutup saja pintu lift ini tapi mau gimana lagi, lift ini bukan punyaku. Akhirnya setelah empat kali bolak balik, perempuan itu menutup pintu lift sambil menyeka keringatnya mengingatkanku dengan bau cuka masak yang telah lama tidak pernah tercium olehku. Kuangkat tas tanganku tinggi-tinggi karena tubuhku sudah tertimbun dengan bungkusan-bungkusan wanita itu yang entah apa isinya. Rasanya kakiku terhimpit salah satu bungkusannya, aku sudah tidak bisa bergerak lagi karena lift kecil ini sudah penuh sesak dengan bungkusan-bungksan itu dan tubuh pemiliknya. Sebelum dia mengeluarkan kaca dan lipstiknya dia sempat menekan tombol lantai 16 yang sudah aku tekan sebelumnya. Dalam hati aku berdoa, semoga dia tidak tinggal bersebelahan atau berhadapan dengan tempat tinggal kami.
Akhirnya kami tiba di lantai 16 dan pintu lift pun terbuka. Kamarku persis berada di depan lift. Kegembiraanku kembali membuncah membayangkan betapa senangnya suamiku melihat kedatanganku. Tidak aku pedulikan lagi kekesalanku dengan si menor yang bukannya mulai mengeluarkan bungkusan-bungkusannya tapi malah berusaha berteriak nyaring dengan suara cempreng yang mirip suara angsa. ”Sayang, bantuin dong, berat nih, mama baru saja mengambil barang kreditan untuk dijual besok, buruan sayang.” Aku masih terkurung di lift karena bungkusan bungkusan itu belum dikeluarkan, tapi tidak apa-apalah, aku tunggu saja sambil menikmati debaran jantungku yang berdegup lebih kencang. Aku mendengar suara sendal diseret tergopoh-gopoh menuju ke arah kami dan si perempuan langsung berseru manja, “Buruan sayang, mama capek banget nih, sampai harus nyewa angkot bawa barang segini banyak.” Dari sela-sela bungkusan aku melihat suamiku yang sudah beruban mendekati pintu lift, memberikan kecupan ke kening perempuan lalu menuju pintu lift sembari berkata, “Iya Ma, papa lagi nyelesain lukisan mama yang mama minta, cantik deh Ma, kok banyak banget Ma bungkusannya.” Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi, keburu rebah di bungkusan-bungkusan yang ada di depanku. LT
Ayahku Ulang Tahun
hari ini penting
ayahku ulang tahun
aku dan ibu sudah bersiap siap
sepulang sekolah, di saat ayah pergi bekerja
kami persiapkan semua
dari kue tar, ayam panggang, sampai sambal terasi kesukaan ayah
kamipun menunggu lama sampai larut,
ibu tidak berhenti ngomel karena ayah belum pulang juga
jam sembilan malam akhirnya ayah pulang,
mukanya sedih, bajunya berdebu dan basah,
ayah kenapa? kok jalan kaki? kutanya hati-hati
sambil tersenyum pahit ayah menjawab,
ayah tidak apa-apa nak,
cuma mulai besok kamu ke sekolah naik bis dulu ya nak,
motor ayah mana? tanya ibu gusar
ayah jual Bu, bisik ayah
mengapa dijual? ibu setengah berteriak sambil terbelalak
ayah mejawab ibu denganl merogoh saku celana depannya
ini semua hasil penjualan motor kita,
mudah-mudahan cukup sampai ayah dapat kerjaan baru
kupeluk ayahku erat-erat sambil berbisik
ayah, selamat ulang tahun ya...
ayahku ulang tahun
aku dan ibu sudah bersiap siap
sepulang sekolah, di saat ayah pergi bekerja
kami persiapkan semua
dari kue tar, ayam panggang, sampai sambal terasi kesukaan ayah
kamipun menunggu lama sampai larut,
ibu tidak berhenti ngomel karena ayah belum pulang juga
jam sembilan malam akhirnya ayah pulang,
mukanya sedih, bajunya berdebu dan basah,
ayah kenapa? kok jalan kaki? kutanya hati-hati
sambil tersenyum pahit ayah menjawab,
ayah tidak apa-apa nak,
cuma mulai besok kamu ke sekolah naik bis dulu ya nak,
motor ayah mana? tanya ibu gusar
ayah jual Bu, bisik ayah
mengapa dijual? ibu setengah berteriak sambil terbelalak
ayah mejawab ibu denganl merogoh saku celana depannya
ini semua hasil penjualan motor kita,
mudah-mudahan cukup sampai ayah dapat kerjaan baru
kupeluk ayahku erat-erat sambil berbisik
ayah, selamat ulang tahun ya...
diriku
Dulu,
aku ingin sekali jadi polisi
tapi tidak jadi, soalnya aku lihat banyak polisi mati saat bertugas
aku berubah ingin menjadi guru,
tapi tidak jadi juga, guru gajinya kecil
mungkin jadi dokter aja lebih bagus,
tapi aku takut darah
akhirnya aku putuskan jadi diriku saja
kalaupun aku jadi polisi, diriku tidak takut mati
kalaupun aku jadi guru, diriku tidak mau gila harta
kalaupun aku jadi dokter, diriku tidak takut darah
jadi, diriku adalah profesi yang paling cocok buatku
17 June, 2009
masalah
walau deraknya menjauh,
debunya masih terasa sebelum tiba,
songsong saja,
toh akhirnya lewat juga,
biarkan nanar hati yang berkesudahan...
Pulang
pejamlah rapat-rapat
berharap mentari tergopoh menghampiri
bawa kabar gembira
tapi malam terlalu rajin
selalu datang menjanjikan mimpi
ah.. masih lama rupanya
Kasian Hujan
Kasian Hujan
Kasian hujan
gak turun kena marah
turun banyak kena sumpah
mau sedikit
mau banyak
ah.. gak puas puas
maaf ya jan..
Kasian hujan
gak turun kena marah
turun banyak kena sumpah
mau sedikit
mau banyak
ah.. gak puas puas
maaf ya jan..
Ombaknya Besar
Ombaknya Besar
Anak anak bermain di pantai
Ombaknya besar
Nelayan tidak melaut
Ombaknya besar
Kapalnya karam
Ombaknya besar
Aku takut laut
Ombaknya besar
Aku tidak berani berenang
Ombaknya besar
Aku memang tidak bisa berenang
ombaknya besar
tidak apa apalah tidak bisa berenang
toh ombaknya besar :) :) :)
Anak anak bermain di pantai
Ombaknya besar
Nelayan tidak melaut
Ombaknya besar
Kapalnya karam
Ombaknya besar
Aku takut laut
Ombaknya besar
Aku tidak berani berenang
Ombaknya besar
Aku memang tidak bisa berenang
ombaknya besar
tidak apa apalah tidak bisa berenang
toh ombaknya besar :) :) :)
Cermin
ayo Bu, kita kumpulkan pecahan-pecahannya,
ah tidak usah Nak, nanti kita beli yang baru,
tapi sayang Bu, kan masih bisa kita satukan kembali,
betul Nak, tapi pantulannya sudah tidak sempurna,
tidak apa-apa Bu, bukannya kita memang seperti pantulannya?
cuma kita sering lupa ya Bu
ah tidak usah Nak, nanti kita beli yang baru,
tapi sayang Bu, kan masih bisa kita satukan kembali,
betul Nak, tapi pantulannya sudah tidak sempurna,
tidak apa-apa Bu, bukannya kita memang seperti pantulannya?
cuma kita sering lupa ya Bu
Subscribe to:
Posts (Atom)