Rice cooker yang aku bawa ke Belanda |
Sudah lama aku ingin menulis tentang rice cooker. Dalam beberapa kali pengalamanku mendamparkan diri di negeri orang, rice cooker menjadi salah satu barang penting yang sangat membantuku. Mungkin ketika kita berada di zona aman kita dimana makanan adalah sesuatu yang mudah didapat karena dijual dimana-mana, rice cooker bukanlah suatu barang yang luar biasa. Tapi ketika makanan yang biasa kita makan adalah sesuatu yang cukup langka atau mahal, maka rice cooker bisa menjadi sangat penting.
Pengalaman pertama aku dengan rice cooker adalah ketika aku menempuh pendidikanku S2 di Belanda. Sebagai seseorang yang hanya mendengar dan membaca di internet, aku cukup dibingungkan dengan segitu banyak informasi tentang pentingnya membawa rice cooker dari Indonesia. Alasan yang aku baca adalah karena rice cooker akan selalu bisa memberikan kita nasi yang merupakan makanan pokok sebagian besar orang Indonesia meskipun mengandung lebih banyak karbohidrat dibandingkan dengan makanan pokok lain. Namun ada juga yang mengatakan bahwa aku tidak usah repot-repot membawa rice cooker ke Belanda karena aku bisa membelinya di sana. Aku meminta pendapat dari sana sini terutama dari orang tuaku. Ketika aku bertanya kepada orang tuaku, aku tahu aku salah orang. Mereka pasti membayangkan anaknya akan mati kelaparan di negeri orang karena tidak ada nasi yang bisa dimakan. Akhirnya aku memutuskan untuk memasukkan rice cooker ke dalam koperku yang aku lihat seperti mau meledak karena ada begitu banyak barang yang aku masukkan.
Akhirnya akupun menjejakkan kakiku di negeri kincir angin. Seperti biasa, memulai sesuatu yang baru bukanlah sebuah hal yang mudah apa lagi memulai untuk hidup dan tinggal di sebuah negara yang benar-benar jauh dan berbeda dengan negaraku. Tapi aku selalu yakin bahwa semua akan bisa dijalani dengan baik. Aku ditempatkan di sebuah apartemen di lantai 2 di sebuah kota bernama Nijmegen. Ketika pertama kali kami masuk ke flat itu, kami diberikan beberapa peralatan dapur penting seperti sendok, garpu, piring, gelas, dan panci kecil. Geli aku ketika membayangkan bagaimana jika aku adalah salah satu dari ibu-ibu rumah tangga di daerahku yang kebanyakan terbiasa memasak untuk keluarga yang porsinya bisa cukup untuk makan warga sekampung. Mereka pasti berteriak sambil mengatakan bahwa tidak akan bisa hidup lebih dari 1 minggu ke depan karena mereka tidak menemukan kuali besar untuk menumis atau menggoreng atau panci besar untuk menggulai atau batu penggilingan untuk menghasilkan sambal lezat yang katanya berbeda kelezatannya jika dihaluskan dengan blender. Tapi bagiku semua peralatan yang minim itu tidak terlalu berpengaruh karena aku tidak pandai memasak di Indonesia dan jujur saja aku cemas membayangkan apa yang aku makan nanti, besok, dan seterusnya. Ternyata kami memang tidak diberikan rice cooker. Sebenarnya ini bisa dipahami karena orang Belanda atau orang Eropa pada umumnya tidak menjadikan nasi sebagai makanan pokok mereka. Tapi aku pikir seharusnya panitia yang menyiapkan apartemen untuk kami bisa lebih peka karena tahu kami berasal dari negara pecinta karbohidrat sejati. Tapi akupun menyadari, sudah bagus aku dibiayai segini besar untuk bisa kuliah di sini, rasanya tidak pantas untuk mengeluh karena tidak diberikan rice cooker. Di samping itu, aku juga jadi terpikir untuk mengurangi makan nasi dan membujuk lidah kedaerahanku untuk makan roti atau kentang rebus yang katanya lebih sehat. Aku tidak yakin dengan niatku yang terakhir ini.
Singkat cerita, aku harus berterimakasih dengan semua yang mendukungku untuk membawa rice cooker ke Belanda. Memang hampir setiap hari aku makan nasi seperti biasa ditemani dengan lauk pauk sederhana yang rasanya jangan ditanya karena akan sulit aku jelaskan di sini sangking sulitnya aku menemukan padanan kata yang tepat untuk menggambarkannya. Intinya, aku akhirnya bisa memasak beberapa jenis masakan. Beras impor dari Suriname, Thailand, atau India sangat mudah didapat di supermarket kecil atau besar di Belanda. Beberapa kali aku mencoba untuk makan roti saja dan tidak makan nasi, tapi aku merasa ada yang aneh di perutku. Akhirnya aku putuskan tetap makan roti tapi hanya sebagai kudapan pagi atau malam saja dan nasi tetap menjadi pilihanku dengan rice cooker sebagai penolongku.
Kamar Hotel di Paris, rice cookernya tidak kelihatan, tapi sebenarnya para ibu-ibunya sedang memasak mi instan dengan rice cooker itu. |
Pada kesempatan kedua, ketika aku dan teman-temanku pergi ke Paris, rice cooker kembali menjadi pahlwan sejati kami. Kami hanya menghabiskan sekitar 3 hari di Paris dan tentu saja bagi kami salah satu tantangan utama kami adalah makanan. Tentu saja ada banyak restoran yang menawarkan beragam makanan lezat. Tapi ada beberapa hal yang harus kami pertimbangkan. Pertama, kami harus irit dalam penggunaan uang. Masuk ke restoran berarti kami harus menyiapkan uang yang cukup sementara sebagai mahasiswa yang rata-rata adalah penerima beasiswa, kami harus pintar menjaga pengeluaran kami. Kedua, kami juga tidak bisa makan apa saja dan di mana saja kami mau karena agama dan keyakinan yang kami anut. Aku harus mengacungkan jempol kepada teman-temanku yang perempuan. Jauh sebelum mereka berangkat, mereka telah berbagi tugas untuk membawa bekal makanan yang cukup tahan beberapa hari. Ada yang memasak rendang daging lezat. Ada yang membawa sambal tempe yang hanya membayangkannya saja mampu membuat liurku mencair. Mereka juga membawa beberapa bungkus mi instan yang sebenarnya membuatku bingung, bagaimana cara memasak mi instan itu nanti di kamar hotel? Apakah hotel akan menyediakan kompor dan panci seperti hotel-hotel di Indonesia? Jujur aku tidak tahu. Dua benda terakhir yang mereka siapkan adalah rice cooker besar dan beras. Untuk dua benda terakhir ini aku mengacungkan jempolku kepada teman-temanku karena tentu saja nasi akan menjadi makanan utama yang akan membuat kami aman bertahan selama kami berada di sana.
Aku sedang menikmati sisa nasi, rendang, dan sambal tempe jatah temanku yang di sebelah kananku yang akhirnya membuat dia masuk angin dan muntah-muntah karena kelaparan. (maaf ya mbak) |
rice cooker yang sangat berjasa ;)
ReplyDeletePahlawanku hahaha
ReplyDelete